BIMA, BIMA TODAY.--- Berkaitan dengan temuan yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaaan (LHP) BPK pada pembangunan Masjid Agung Bima senilai Rp 8.4 miliar yang terdiri dari, penyelesaian pekerjaan terlambat dan belum dikenakan sanksi denda senilai Rp 832.075.708,95. Kekurangan volume pekerjaan konstruksi senilai Rp 497.481.748,58. Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 7.092.727.273,00.
Denda keterlambatan senilai Rp 832.075.708,95 tersebut, merupakan akumulasi dari keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek konstruksi Masjid Agung selama 80 hari kalender dikalikan nilai kontrak terhitung mulai 17 Desember 2021 sampai dengan 7 Maret 2022. Berkaitan dengan item pembayaran denda ini, terdapat perbedaan persepsi antara Tim pemeriksa dengan pihak pelaksana proyek. Dimana tim audit berpandangan, masih terdapat pekerjaan yang belum diselesaikan. Meskipun, dalam laporan progres pekerjaan sudah mencapai 99,159 persen dan masih ada deviasi keterlambatan 0,841 persen.
"Karena pekerjaan tersebut belum selesai 100 persen, Tim BPK menganggap seluruh pekerjaan belum selesai. Sehingga dikenakan denda senilai Rp 832.075.708,95,"jelas Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kab Bima, Suryadin SS, Msi, pada wartawan Selasa (07/06/2022).
Sementara pada sisi pelaksana, kata yang biasa disapa Aba Yan tersebut, berdasarkan laporan progres yang mencapai 99,159 persen dengan deviasi keterlambatan 0,841 persen dan mengacu pada perhitungan yang ada dalam regulasi, denda keterlambatan hanya Rp. 47,7 juta. Saat ini denda keterlambatan dibayar sesuai perhitungan progres pekerjaan oleh kontraktor dan selisih pembayaran masih dibahas lebih lanjut,"terangnya.
Berkaitan dengan kekurangan volume pekerjaan konstruksi senilai Rp 497.481.748,58, lanjut Aba Yan lagi, dalam proses pembangunan infrastruktur tersebut, terdapat kekurangan dan kelebihan volume pekerjaan. Terkait Kelebihan bayar karena kekurangan volume pekerjaan sudah disetor ke kas negara mengacu kepada item yang ada dalam diktum kontrak,"jelasnya.
Terkait kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 7.092.727.273,00. Menurut Aba Yan, perlu dijelaskan bahwa uang tersebut sudah disetor ke kas negara. Penyetoran itu dilakukan atas dasar pemahaman bahwa pembangunan Masjid Agung tersebut dikenakan PPN dan ditindak lanjuti oleh kantor Pajak Pratama Kabupaten Bima melalui rapat koordinasi terkait dengan pembahasan khusus PPN yang menyimpulkan bahwa tetap tetap disetorkan ke kas negara.
"Pada Bulan Desember 2021, Kadis Perkim kabupaten Bima menyurati BPKP dan Kanwil Perpajakan Provinsi NTB dan jawabannya pada Bulan Maret 2022 bahwa tidak dikenakan PPN dan uang tersebut akan dikenakan restitusi kembali,"tandasnya.
Terkait dengan laporan di KPK? kata Aba Yan lagi, laporan tersebut baru merupakan dugaan. Akan tetapi Pemerintah Daerah (Pemda) pada prinsipnya mematuhi jika ada proses hukum berkaitan dengan laporan tersebut. "Kita akan mematuhi jika nanti ada proses hukum terkait dengan laporan tersebut,"pungkasnya. (RED)